Minggu, 07 Juli 2019

KEKUATAN EKONOMI DAN SOSIEKONOMI


KEKUATAN EKONOMI DAN SOSIEKONOMI

Tugas ini disusun untuk mata kuliah : Bisnis Internasional
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM

Disusun Oleh :
SEFTYA APRIYANI                        43117010395

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2019
KEKUATAN EKONOMI DAN SOSIEKONOMI
Prediksi ekonomi di tingkat nasional dan internasional dalam dunia bisnis digunakan perusahaan untuk mengikuti perkembangan terakhir kondisi ekonomi dan juga untuk merencanakan masa depan perusahaan. Prediksi ekonomi tersebut diperoleh dari data-data yang relevan, seperti data dari Bank Dunia, IMF, Bank Sentral negara yang bersangkutan, dll. Tujuan dari analisis ekonomi adalah untuk menilai prediksi keseluruhan dari perekonomian dan kemudian menilai dampak dari perubahan ekonomi terhadap perusahaan. Contoh: Sebuah perusahaan meramalkan kenaikan dalam lapangan pekerjaan, ramalan ekonomi tersebut pertama akan memberikan dampak perubahan pada keputusan Manajer Personalia mengenai pengaruh atas tingkat upah dan pengaruh atas suplai tenaga kerja. Kedua, ramalan ekonomi tersebut akan mempengaruhi keputusan Manajer Pemasaran mengenai pengaruh atas penjualan yang kemudian hal tersebut akan mempengaruhi Manajer Keuangan dalam pengaruh perubahan penjualan atas arus kas dan juga akan mempengaruhi Manajer Produksi dalam pengaruh perubahan penjualan atas persyaratan mesin produksi, atas persyaratan tenaga kerja, dan atas persyaratan bahan baku.
Untuk mengestimasi potensi pasar dan juga untuk memberikan masukan kepada bidang-bidang fungsional lainnya di perusahaan, maka para manajer memerlukan data mengenai ukuran dan tingkat perubahan dari sejumlah faktor-faktor ekonomi dan sosioekonomi. Data sosioekonomi memberikan informasi mengenai jumlah penduduk, sedangkan dimensi ekonomi menceritakan apakah penduduk tersebut memiliki daya beli.

DIMENSI-DIMENSI EKONOMI
Dimensi-dimensi ekonomi yang lebih penting untuk dianalisis sebagai bahan estimasi potensi pasar yaitu Pendapatan Nasional Bruto, distribusi pendapatan, pengeluaran konsumsi individu, investasi swasta, biaya tenaga kerja per unit, kurs, tingkat inflasi dan suku bunga.
a.     Pendapatan Nasional Bruto (PNB).
Pendapatan Nasional Bruto (Gross National Income-GNI) merupakan penjumlahan dari seluruh barang dan jasa final yang dihasilkan oleh penduduk di suatu negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai total seluruh barang dan jasa yang diproduksi secara domestik (tidak termasuk pendapatan faktor luar negeri bersih). Data dari PNB atau PDB merupakan langkah awal dalam mengestimasi potensi pasar, untuk membandingkan daya beli dari berbagai negara, para manajer perlu mengetahui dengan berapa banyak orang PNB atau PDB tersebut dibagi di suatu negara.
b.     PNB/Kapita
Dengan membagi jumlah PNB suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut, maka akan didapatkan PNB/kapita. Namun untuk memperoleh daya beli yang sebenarnya dari suatu negara, maka harus menggunakan Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity-PPP) untuk memperoleh kurs yang menyetarakan daya beli dari suatu negara. Pada umumnya dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi nilai PNB/kapita suatu negara, maka semakin maju perekonomian negara tersebut. PNB/kapita merupakan estimasi kasar pertama atas daya beli yang harus dimurnikan dengan memasukan data mengenai bagaimana pendapatan nasional itu didistribusikan secara aktual.
c.     Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan adalah ukuran bagaimana pendapatan suatu negara terbagi di antara penduduknya yang biasanya dinyatakan dalam persentase. Data tentang distribusi pendapatan dihimpun oleh Bank Dunia dari sejumlah sumber dan diterbitkan setiap tahun dalam World Development Indicators. Data tersebut memberikan wawasan yang berguna bagi para pelaku bisnis, seperti misalnya (1) pendapatan lebih terdistribusi secara merata di negara-negara yang lebih maju, (2) dari perbandingan selama kurun waktu tertentu tampak bahwa redistribusi pendapatan berjalan sangat lambat sehingga data yang lebih lama masih bermanfaat, dan (3) kesenjangan pendapatan meningkat pada tahap awal pembangunan di suatu negara. Pada umumnya distibusi pendapatan yang kurang merata mengindikasikan bahwa terdapat sekelompok orang yang merupakan pelanggan potensial untuk produk-produk mewah, di pihak lain terdapat pasar untuk barang-barang dengan harga rendah.
d.     Konsumsi Perorangan
Salah satu yang menjadi perhatian agen pemasaran adalah bagaimana para konsumen mengalokasikan pendapatan bersih (setelah dikurangi pajak) terhadap pembelian atas barang kebutuhan pokok dan nonpokok. Selain penting bagi agen pemasaran, hal tersebut juga penting bagi produsen barang-barang pokok, sedangkan produsen barang-barang nonpokok lebih tertarik dengan besarnya pendapatan diskresioner, yaitu jumlah pendapatan bersih yang tersisa setelah membeli kebutuhan pokok. Data ini digunakan agen pemasaran untuk menganalisis bagaimana komposisi konsumsi berubah dengan tingkat pembangunan. Misalnya, persentase belanja kebutuhan pokok (makanan & pakaian) para penduduk di negara berkembang lebih besar daripada di negara maju, sedangkan persentase belanja kebutuhan nonpokok (transportasi, komunikasi, jasa, dll) para penduduk di negara maju lebih besar daripada di negara berkembang.
e.     Biaya Tenaga Kerja per Unit
Biaya tenaga kerja per unit adalah total biaya tenaga kerja langsung dibagi dengan unit yang diproduksi. Negara-negara dengan biaya tenaga kerja per unit yang meningkat secara lambat menarik perhatian perusahaan karena dua alasan. Pertama, negara-negara tersebut merupakan prospek investasi bagi perusahaan yang berusaha menurunkan biaya produksi. Kedua, negara-negara tersebut mungkin menjadi sumber persaingan baru di pasar dunia bila banyak perusahaan dalam industry yang sama telah berlokasi disana. Terdapat tiga faktor dalam perubahan biaya tenaga kerja, (1) kompensasi, (2) produktivitas, dan (3) perubahan kurs.
f.      Dimensi Ekonomi yang Lain (Utang Luar Negeri)
Utang luar negeri yang besar mungkin mengindikasikan bahwa pemerintah akan memberlakukan pengendalian devisa atas dunia usaha di negerinya. Apabila sebagian besar dari penerimaan ekspor negara itu digunakan untuk membayar utang luar negeri, maka hanya sedikit yang tersisa yang bisa digunakan oleh produsen untuk membayar impor bahan baku, maka produsen harus membuat bahan baku itu sendiri atau berhenti memproduksi. Hal tersebut dapat membuat perusahaan multinasional kehilangan penjualannya.

DIMENSI-DIMENSI SOSIOEKONOMI
Dimensi yang lengkap mengenai potensi pasar juga harus mencakup informasi rinci mengenai atribut-atribut fisik populasi sebagaimana diukur dengan dimensi sosioekonomi.
a.     Populasi Total
Populasi total merupakan indikator paling umum mengenai ukuran pasar potensial, namun bukan merupakan indikator satu-satunya dalam mengestimasi pasar potensial. Pada umumnya negara maju memiliki penduduk kurang dari 10 juta jiwa, angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk di negara berkembang, namun tidak berarti bahwa negara maju bukan merupakan pasar potensial. Hanya untuk beberapa produk yang murah dan dikonsumsi secara massal saja ukuran populasi dapat menjadi dasar yang cukup kuat untuk mengestimasi konsumsi, namun hal itu tidak berlaku bagi produk yang tidak termasuk dalam kategori di atas.
b.     Distribusi Umur
Karena hanya sedikit produk yang dibeli oleh setiap orang, maka para agen pemasaran harus mengidentifikasikan segmen-segmen dari populasi yang lebih mungkin akan membeli barang-barang mereka. Pada umumnya, tingkat kelahiran dan kesuburan di negara berkembang lebih tinggi dari negara maju, hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan distribusi umur di antara keduanya dimana negera berkembang memiliki lebih banyak penduduk berusia muda. Bagi para pelaku bisnis hal ini berarti di negara maju akan ada penurunan dalam permintaan terhadap produk-produk yang dibeli oleh dan untuk anak-anak, tetapi peningkatan dalam permintaan akan produk-produk perawatan medis, pariwisata, dan jasa-jasa keuangan. Perusahaan-perusahaan di negara maju yang menghadapi penurunan permintaan akan produk-produk mereka harus mencari kenaikan penjualan di negara berkembang, dimana distribusi umur adalah sebaliknya.
c.     Penurunan Tingkat Kelahiran di Negara-negara Maju
Penurunan tingkat kelahiran di negara maju menimbulkan keprihatinan tersendiri. Sebagai contoh, penurunan tingkat kelahiran di Eropa karena semakin banyak pemuda Eropa yang tidak menikah, atau yang menikah terlambat dan memiliki sedikit anak. Pada tahun 2025 diprediksikan pemerintah negara-negara Eropa harus menyediakan perawatan kesehatan dan pensiun untuk 22% penduduknya yang akan berusia di atas 65 tahun, dan akan terdapat lebih sedikit wajib pajak yang bekerja. Namun, di negara-negara berkembang hal sebaliknya yang terjadi. Tingkat kelahiran yang lebih tinggi mengakibatkan banyaknya penduduk berusia muda, dan ini mengurangi rasio ketergantungan bagi para pekerja.
d.     Kepadatan dan Distribusi Penduduk
Kepadatan penduduk adalah suatu ukuran jumlah penduduk per unit wilaya (per kmatau mil2). Negara-negara berpenduduk padat cenderung membuat distribusi dan komunikasi produk menjadi lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan dengan di negara-negara yang kepadatan penduduknya rendah. Namun perkiraan tersebut harus didukung dengan bagaimana penduduk terdistribusikan. Distribusi penduduk adalah suatu ukuran mengenai bagaimana penduduk terdistribusi dari pedesaan sampai ke perkotaan. Hal yang dapat mengubah distribusi penduduk adalah perpindahan dari desa ke kota, hal ini banyak terjadi di negara berkembang karena orang pindah ke perkotaan untuk mencari upah yang lebih tinggi dan hidup yang relatif lebih nyaman. Perpindahan ini sangat penting bagi para agen pemasaran, karena penduduk kota yang kurang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di kawasan pedesaan, harus memasuki perekonomian pasar.
e.     Dimensi Sosioekonomi yang Lain (Jumlah Wanita yang Bekerja & Tingkat Perceraian)
Kenaikan jumlah wanita yang bekerja merupakan informasi yang penting bagi para agen pemasaran, karena hal tersebut dapat menghasilkan pendapatan keluarga yang lebih besar dan pasar yang lebih besar. Para manajer personalia juga membutuhkan informasi ini, karena hal tersebut mengakibatkan pasokan tenaga kerja yang lebih besar dan perubahan fasilitas karyawan. Selain jumlah wanita yang bekerja, tingkat perceraian juga dibutuhkan agen pemasaran untuk waspada terhadap formasi keluarga dengan orang tua lengkap dan orang tua tunggal. Kedua formasi tersebut memiliki kebutuhan akan produk dan kebiasaan membeli yang berbeda.


IMPLEMENTASI PADA SUATU PERUSAHAAN

Kesepakatan ASEAN-China Free Trade Area – yang dimulai awal tahun 2010 – merupakan sebuah kebijakan yang strategis. Dari kesepakatan tersebut bisa lahir kebijakan fiskal bersama, seperti yang dilakukan Uni Eropa setelah melalui beberapa proses integrasi ekonomi. Namun, tidak menutup kemungkinan kesatuan kebijakan tersebut akan mengarah kepada integrasi regional yang lebih menyeluruh, termasuk politik. David Mitrany menyebut proses tersebut dengan ramifikasi.[1] Uni Eropa memulainya dengan kerjasama batubara dan baja (European Coal and Steel Community). Kerjasama itu kemudian mengalami ramifikasi – atau istilah Ernst Haas spill over – sampai saat ini telah menciptakan mata uang bersama. Jika mengacu pada Mitrany, tentunya ACFTA akan berdampak positif bagi perekonomian maupun keamanan Asia Tenggara. Dalam bidang perekonomian, terjalinnya ACFTA akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Hingga 2005 ASEAN menjadi mitra kerjasama kelima terbesar bagi China. Nilai investasi ASEAN ke China sebesar 28 persen sejak tahun 1991 sampai 2001. Sedangkan investasi China ke ASEAN sebesar 7,7 persen dari seluruh investasi China ke luar negeri.[2] Nilai invenstasi China ke ASEAN yang relatif kecil sebenarnya seimbang dengan besarnya nilai investasi ASEAN ke China. China sendiri merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Hal tersebut merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi negara-negara Asia Tenggara. Kerjasama ACFTA – selain memunculkan interdependensi – juga akan menjadikan China sebagai negara hegemon di kawasan. Hal itu bisa dilihat dari perekonomian yang terus melesat mengejar Amerika Serikat dalam satu dekade terakhir. Bank Dunia memprediksi,[3] Cina akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar mengalahkan AS, 25 tahun yang akan datang.[4] Dan yang lebih mengagetkan, tujuh dari lima belas ekonomi dunia akan berasal dari kawasan Asia. Tentunya prediksi semacam ini akan menimbulkan dampak yang sangat positif bagi negara-negara Asia Tenggara. Absennya AS di kawasan Asia Tenggara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kedekatan China dengan negara-negara Asia Tenggara. Permasalahan keamanan yang pernah membuat hubungan China dan beberapa negara Asia Tenggara tegang di masa-masa Perang Dingin, kini telah mencair. Begitu juga dengan permasalahan sengketa wilayah di Laut China Selatan. Sengketa klaim kepemilikan kepulauan Paracel di Laut China Selatan antara China, Filipina dan juga Vietnam juga dapat diredam sangat baik, dengan dibentuknya kerjasama untuk mencari cadangan minyak bersama di wilayah itu.[5] Kesepakatan tersebut tentunya sangat positif, mengingat sengketa wilayah Laut China Selatan telah berlangsung secara terbuka pada tahun 1996. Pada tahun tersebut terjadi aksi tembak menembak antara angkatan laut China dan Filipina di dekat pulau Capones. Peristiwa tersebut terjadi beberapa kali sampai tahun 1999. Kerjasama-kerjasama tersebut nampaknya menjadi semakin bermakna, ketika memasuki abad 21, China giat mengembangkan kemampuan soft power-nya. Hard power – seperti ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dan pertahanan – yang dimiliki oleh China tidak perlu diragukan lagi. Saat ini soft power China yang berbasis pada budaya, filosofi-filosofi tradisional, dan lain sebagainya,[6] semakin diminati oleh negara-negara di Asia Tenggara. Joseph Nye mengatakan, soft power adalah “kemampuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan melalui ketertarikan (attraction) daripada paksaan atau bayaran.[7] Salah satu perbedaan mendasar antara hard dan soft power terletak pada medianya. Jika soft power menggunakan budaya sebagai media untuk menarik negara – atau aktor – lain, hard power menggunakan ancaman, paksaan atau hukuman (sticks and carrots). Soft power itu ditandai dengan kesuksesan China meyakinkan negara-negara di Asia Tenggara terhadap kebijakan good neighbourly relations.[8] Selain itu, keaktivan China dalam upaya menjaga perdamaian dunia, melalui PBB, ASEAN Regional Forum atau Shanghai Cooperation Organization (SCO), juga memberi nilai tersendiri bagi China.


DAFTAR PUSTAKA

Jackgankz, Analisis Kasus Bisnis Internasional, https://jackgankz.wordpress.com/2012/01/01/analisis-kasus-bisnis-internasional/ , 01 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar