KEKUATAN EKONOMI DAN SOSIEKONOMI
Tugas
ini disusun untuk mata kuliah : Bisnis Internasional
Dosen
Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM

Disusun Oleh :
SEFTYA
APRIYANI 43117010395
FAKULTAS
EKONOMI & BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2019
JAKARTA
2019
KEKUATAN
EKONOMI DAN SOSIEKONOMI
Prediksi
ekonomi di tingkat nasional dan internasional dalam dunia bisnis digunakan
perusahaan untuk mengikuti perkembangan terakhir kondisi ekonomi dan juga untuk
merencanakan masa depan perusahaan. Prediksi ekonomi tersebut diperoleh dari
data-data yang relevan, seperti data dari Bank Dunia, IMF, Bank Sentral negara
yang bersangkutan, dll. Tujuan dari analisis ekonomi adalah untuk menilai
prediksi keseluruhan dari perekonomian dan kemudian menilai dampak dari
perubahan ekonomi terhadap perusahaan. Contoh: Sebuah perusahaan meramalkan
kenaikan dalam lapangan pekerjaan, ramalan ekonomi tersebut pertama akan
memberikan dampak perubahan pada keputusan Manajer Personalia mengenai pengaruh
atas tingkat upah dan pengaruh atas suplai tenaga kerja. Kedua, ramalan ekonomi
tersebut akan mempengaruhi keputusan Manajer Pemasaran mengenai pengaruh atas
penjualan yang kemudian hal tersebut akan mempengaruhi Manajer Keuangan dalam
pengaruh perubahan penjualan atas arus kas dan juga akan mempengaruhi Manajer
Produksi dalam pengaruh perubahan penjualan atas persyaratan mesin produksi,
atas persyaratan tenaga kerja, dan atas persyaratan bahan baku.
Untuk
mengestimasi potensi pasar dan juga untuk memberikan masukan kepada
bidang-bidang fungsional lainnya di perusahaan, maka para manajer memerlukan
data mengenai ukuran dan tingkat perubahan dari sejumlah faktor-faktor ekonomi
dan sosioekonomi. Data sosioekonomi memberikan informasi mengenai jumlah
penduduk, sedangkan dimensi ekonomi menceritakan apakah penduduk tersebut
memiliki daya beli.
DIMENSI-DIMENSI EKONOMI
Dimensi-dimensi
ekonomi yang lebih penting untuk dianalisis sebagai bahan estimasi potensi
pasar yaitu Pendapatan Nasional Bruto, distribusi pendapatan, pengeluaran
konsumsi individu, investasi swasta, biaya tenaga kerja per unit, kurs, tingkat
inflasi dan suku bunga.
a.
Pendapatan
Nasional Bruto (PNB).
Pendapatan
Nasional Bruto (Gross National Income-GNI) merupakan penjumlahan dari
seluruh barang dan jasa final yang dihasilkan oleh penduduk di suatu negara. Sedangkan
yang dimaksud dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai total seluruh
barang dan jasa yang diproduksi secara domestik (tidak termasuk pendapatan
faktor luar negeri bersih). Data dari PNB atau PDB merupakan langkah awal dalam
mengestimasi potensi pasar, untuk membandingkan daya beli dari berbagai negara,
para manajer perlu mengetahui dengan berapa banyak orang PNB atau PDB tersebut
dibagi di suatu negara.
b.
PNB/Kapita
Dengan
membagi jumlah PNB suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut, maka
akan didapatkan PNB/kapita. Namun untuk memperoleh daya beli yang sebenarnya
dari suatu negara, maka harus menggunakan Paritas Daya Beli (Purchasing
Power Parity-PPP) untuk memperoleh kurs yang menyetarakan daya beli dari
suatu negara. Pada umumnya dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi nilai
PNB/kapita suatu negara, maka semakin maju perekonomian negara tersebut.
PNB/kapita merupakan estimasi kasar pertama atas daya beli yang harus
dimurnikan dengan memasukan data mengenai bagaimana pendapatan nasional itu
didistribusikan secara aktual.
c.
Distribusi
Pendapatan
Distribusi
pendapatan adalah ukuran bagaimana pendapatan suatu negara terbagi di antara
penduduknya yang biasanya dinyatakan dalam persentase. Data tentang distribusi
pendapatan dihimpun oleh Bank Dunia dari sejumlah sumber dan diterbitkan setiap
tahun dalam World Development Indicators. Data tersebut memberikan
wawasan yang berguna bagi para pelaku bisnis, seperti misalnya (1) pendapatan
lebih terdistribusi secara merata di negara-negara yang lebih maju, (2) dari
perbandingan selama kurun waktu tertentu tampak bahwa redistribusi pendapatan
berjalan sangat lambat sehingga data yang lebih lama masih bermanfaat, dan (3)
kesenjangan pendapatan meningkat pada tahap awal pembangunan di suatu negara.
Pada umumnya distibusi pendapatan yang kurang merata mengindikasikan bahwa
terdapat sekelompok orang yang merupakan pelanggan potensial untuk
produk-produk mewah, di pihak lain terdapat pasar untuk barang-barang dengan
harga rendah.
d.
Konsumsi
Perorangan
Salah
satu yang menjadi perhatian agen pemasaran adalah bagaimana para konsumen
mengalokasikan pendapatan bersih (setelah dikurangi pajak) terhadap pembelian
atas barang kebutuhan pokok dan nonpokok. Selain penting bagi agen pemasaran,
hal tersebut juga penting bagi produsen barang-barang pokok, sedangkan produsen
barang-barang nonpokok lebih tertarik dengan besarnya pendapatan diskresioner,
yaitu jumlah pendapatan bersih yang tersisa setelah membeli kebutuhan pokok.
Data ini digunakan agen pemasaran untuk menganalisis bagaimana komposisi
konsumsi berubah dengan tingkat pembangunan. Misalnya, persentase belanja
kebutuhan pokok (makanan & pakaian) para penduduk di negara berkembang
lebih besar daripada di negara maju, sedangkan persentase belanja kebutuhan
nonpokok (transportasi, komunikasi, jasa, dll) para penduduk di negara maju
lebih besar daripada di negara berkembang.
e.
Biaya
Tenaga Kerja per Unit
Biaya
tenaga kerja per unit adalah total biaya tenaga kerja langsung dibagi dengan unit
yang diproduksi. Negara-negara dengan biaya tenaga kerja per unit yang
meningkat secara lambat menarik perhatian perusahaan karena dua alasan.
Pertama, negara-negara tersebut merupakan prospek investasi bagi perusahaan
yang berusaha menurunkan biaya produksi. Kedua, negara-negara tersebut mungkin
menjadi sumber persaingan baru di pasar dunia bila banyak perusahaan dalam
industry yang sama telah berlokasi disana. Terdapat tiga faktor dalam perubahan
biaya tenaga kerja, (1) kompensasi, (2) produktivitas, dan (3) perubahan kurs.
f.
Dimensi
Ekonomi yang Lain (Utang Luar Negeri)
Utang
luar negeri yang besar mungkin mengindikasikan bahwa pemerintah akan
memberlakukan pengendalian devisa atas dunia usaha di negerinya. Apabila
sebagian besar dari penerimaan ekspor negara itu digunakan untuk membayar utang
luar negeri, maka hanya sedikit yang tersisa yang bisa digunakan oleh produsen
untuk membayar impor bahan baku, maka produsen harus membuat bahan baku itu
sendiri atau berhenti memproduksi. Hal tersebut dapat membuat perusahaan
multinasional kehilangan penjualannya.
DIMENSI-DIMENSI SOSIOEKONOMI
Dimensi
yang lengkap mengenai potensi pasar juga harus mencakup informasi rinci
mengenai atribut-atribut fisik populasi sebagaimana diukur dengan dimensi
sosioekonomi.
a.
Populasi
Total
Populasi
total merupakan indikator paling umum mengenai ukuran pasar potensial, namun
bukan merupakan indikator satu-satunya dalam mengestimasi pasar potensial. Pada
umumnya negara maju memiliki penduduk kurang dari 10 juta jiwa, angka tersebut
jauh lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk di negara berkembang, namun tidak
berarti bahwa negara maju bukan merupakan pasar potensial. Hanya untuk beberapa
produk yang murah dan dikonsumsi secara massal saja ukuran populasi dapat menjadi
dasar yang cukup kuat untuk mengestimasi konsumsi, namun hal itu tidak berlaku
bagi produk yang tidak termasuk dalam kategori di atas.
b.
Distribusi
Umur
Karena
hanya sedikit produk yang dibeli oleh setiap orang, maka para agen pemasaran
harus mengidentifikasikan segmen-segmen dari populasi yang lebih mungkin akan
membeli barang-barang mereka. Pada umumnya, tingkat kelahiran dan kesuburan di
negara berkembang lebih tinggi dari negara maju, hal tersebut menyebabkan
adanya perbedaan distribusi umur di antara keduanya dimana negera berkembang
memiliki lebih banyak penduduk berusia muda. Bagi para pelaku bisnis hal ini
berarti di negara maju akan ada penurunan dalam permintaan terhadap
produk-produk yang dibeli oleh dan untuk anak-anak, tetapi peningkatan dalam
permintaan akan produk-produk perawatan medis, pariwisata, dan jasa-jasa
keuangan. Perusahaan-perusahaan di negara maju yang menghadapi penurunan
permintaan akan produk-produk mereka harus mencari kenaikan penjualan di negara
berkembang, dimana distribusi umur adalah sebaliknya.
c.
Penurunan
Tingkat Kelahiran di Negara-negara Maju
Penurunan
tingkat kelahiran di negara maju menimbulkan keprihatinan tersendiri. Sebagai
contoh, penurunan tingkat kelahiran di Eropa karena semakin banyak pemuda Eropa
yang tidak menikah, atau yang menikah terlambat dan memiliki sedikit anak. Pada
tahun 2025 diprediksikan pemerintah negara-negara Eropa harus menyediakan
perawatan kesehatan dan pensiun untuk 22% penduduknya yang akan berusia di atas
65 tahun, dan akan terdapat lebih sedikit wajib pajak yang bekerja. Namun, di
negara-negara berkembang hal sebaliknya yang terjadi. Tingkat kelahiran yang
lebih tinggi mengakibatkan banyaknya penduduk berusia muda, dan ini mengurangi
rasio ketergantungan bagi para pekerja.
d.
Kepadatan
dan Distribusi Penduduk
Kepadatan
penduduk adalah suatu ukuran jumlah penduduk per unit wilaya (per km2 atau
mil2). Negara-negara berpenduduk padat cenderung membuat distribusi
dan komunikasi produk menjadi lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan
dengan di negara-negara yang kepadatan penduduknya rendah. Namun perkiraan
tersebut harus didukung dengan bagaimana penduduk terdistribusikan. Distribusi
penduduk adalah suatu ukuran mengenai bagaimana penduduk terdistribusi dari
pedesaan sampai ke perkotaan. Hal yang dapat mengubah distribusi penduduk
adalah perpindahan dari desa ke kota, hal ini banyak terjadi di negara
berkembang karena orang pindah ke perkotaan untuk mencari upah yang lebih
tinggi dan hidup yang relatif lebih nyaman. Perpindahan ini sangat penting bagi
para agen pemasaran, karena penduduk kota yang kurang mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di kawasan
pedesaan, harus memasuki perekonomian pasar.
e.
Dimensi
Sosioekonomi yang Lain (Jumlah Wanita yang Bekerja & Tingkat Perceraian)
Kenaikan
jumlah wanita yang bekerja merupakan informasi yang penting bagi para agen
pemasaran, karena hal tersebut dapat menghasilkan pendapatan keluarga yang
lebih besar dan pasar yang lebih besar. Para manajer personalia juga
membutuhkan informasi ini, karena hal tersebut mengakibatkan pasokan tenaga
kerja yang lebih besar dan perubahan fasilitas karyawan. Selain jumlah wanita
yang bekerja, tingkat perceraian juga dibutuhkan agen pemasaran untuk waspada
terhadap formasi keluarga dengan orang tua lengkap dan orang tua tunggal. Kedua
formasi tersebut memiliki kebutuhan akan produk dan kebiasaan membeli yang
berbeda.
IMPLEMENTASI PADA SUATU PERUSAHAAN
Kesepakatan
ASEAN-China Free Trade Area – yang dimulai awal tahun
2010 – merupakan sebuah kebijakan yang strategis. Dari kesepakatan tersebut
bisa lahir kebijakan fiskal bersama, seperti yang dilakukan Uni Eropa setelah
melalui beberapa proses integrasi ekonomi. Namun, tidak menutup kemungkinan
kesatuan kebijakan tersebut akan mengarah kepada integrasi regional yang lebih
menyeluruh, termasuk politik. David Mitrany menyebut proses tersebut dengan
ramifikasi.[1] Uni Eropa memulainya dengan kerjasama batubara dan baja
(European Coal and Steel Community). Kerjasama itu kemudian mengalami ramifikasi
– atau istilah Ernst Haas spill over – sampai saat ini telah menciptakan mata
uang bersama. Jika mengacu pada Mitrany, tentunya ACFTA akan berdampak positif
bagi perekonomian maupun keamanan Asia Tenggara. Dalam bidang perekonomian,
terjalinnya ACFTA akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Hingga
2005 ASEAN menjadi mitra kerjasama kelima terbesar bagi China. Nilai investasi
ASEAN ke China sebesar 28 persen sejak tahun 1991 sampai 2001. Sedangkan
investasi China ke ASEAN sebesar 7,7 persen dari seluruh investasi China ke
luar negeri.[2] Nilai invenstasi China ke ASEAN yang relatif kecil sebenarnya
seimbang dengan besarnya nilai investasi ASEAN ke China. China sendiri
merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Hal tersebut
merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi negara-negara Asia Tenggara.
Kerjasama ACFTA – selain memunculkan interdependensi – juga akan menjadikan
China sebagai negara hegemon di kawasan. Hal itu bisa dilihat dari perekonomian
yang terus melesat mengejar Amerika Serikat dalam satu dekade terakhir. Bank
Dunia memprediksi,[3] Cina akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar mengalahkan
AS, 25 tahun yang akan datang.[4] Dan yang lebih mengagetkan, tujuh dari lima
belas ekonomi dunia akan berasal dari kawasan Asia. Tentunya prediksi semacam
ini akan menimbulkan dampak yang sangat positif bagi negara-negara Asia
Tenggara. Absennya AS di kawasan Asia Tenggara merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi kedekatan China dengan negara-negara Asia Tenggara. Permasalahan
keamanan yang pernah membuat hubungan China dan beberapa negara Asia Tenggara
tegang di masa-masa Perang Dingin, kini telah mencair. Begitu juga dengan
permasalahan sengketa wilayah di Laut China Selatan. Sengketa klaim kepemilikan
kepulauan Paracel di Laut China Selatan antara China, Filipina dan juga Vietnam
juga dapat diredam sangat baik, dengan dibentuknya kerjasama untuk mencari
cadangan minyak bersama di wilayah itu.[5] Kesepakatan tersebut tentunya sangat
positif, mengingat sengketa wilayah Laut China Selatan telah berlangsung secara
terbuka pada tahun 1996. Pada tahun tersebut terjadi aksi tembak menembak
antara angkatan laut China dan Filipina di dekat pulau Capones. Peristiwa
tersebut terjadi beberapa kali sampai tahun 1999. Kerjasama-kerjasama tersebut
nampaknya menjadi semakin bermakna, ketika memasuki abad 21, China giat
mengembangkan kemampuan soft power-nya. Hard power – seperti ekonomi, ilmu
pengetahuan, teknologi dan pertahanan – yang dimiliki oleh China tidak perlu
diragukan lagi. Saat ini soft power China yang berbasis pada budaya,
filosofi-filosofi tradisional, dan lain sebagainya,[6] semakin diminati oleh
negara-negara di Asia Tenggara. Joseph Nye mengatakan, soft power adalah
“kemampuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan melalui ketertarikan
(attraction) daripada paksaan atau bayaran.[7] Salah satu perbedaan mendasar
antara hard dan soft power terletak pada medianya. Jika soft power menggunakan
budaya sebagai media untuk menarik negara – atau aktor – lain, hard power
menggunakan ancaman, paksaan atau hukuman (sticks and carrots). Soft power itu
ditandai dengan kesuksesan China meyakinkan negara-negara di Asia Tenggara
terhadap kebijakan good neighbourly relations.[8] Selain itu, keaktivan China
dalam upaya menjaga perdamaian dunia, melalui PBB, ASEAN Regional Forum atau
Shanghai Cooperation Organization (SCO), juga memberi nilai tersendiri bagi
China.
DAFTAR
PUSTAKA
Jackgankz,
Analisis Kasus Bisnis Internasional, https://jackgankz.wordpress.com/2012/01/01/analisis-kasus-bisnis-internasional/ ,
01 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar