Minggu, 07 Juli 2019

Sistem Moneter Internasional dan Kekuatan Finansial

Sistem Moneter Internasional dan Kekuatan Finansial

Tugas ini disusun untuk mata kuliah : Bisnis Internasional
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM

Disusun Oleh :
SEFTYA APRIYANI                        43117010395

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2019
Pengertian Sistem Moneter Internasional
System moneter internasional adalah satu perangkat kebijakan, institusi,praktisi, regulasi, mekanisme yang menentukan tingkat dimana mata uang satu di tukarkan dengan mata uang yang lain.

Sejarah Sistem Moneter Internasional
Setiap Negara memiliki mata uang sendiri, dan mata uang itu menunjukan nilai barangnya. Namun, untuk perdagangan internasional, berbagai mata uang di dunia harus di ubah dari satu mata uang ke mata uang yang lain. Perubahan sistem moneter diakibatkan oleh gejolak ekonomi. Dengan mempelajari pengalaman historis akan dapat diperoleh gambaran timbulnya ketidakstabilan ekonomi serta proses penyesuaian neraca pembayaran internasional.
Moneter internasional dan sistem finansial memainkan peran sentral dalam ekonomi politik global. Sejak akhir abad 19, awal pembentukan sistem ini melalui berbagai transformasi dalam menganggapi perubahan kondisi politik dan ekonomi baik level domestik maupun internasional. Perubahan yang paling dramatik adalah krisis dalam pengintegrasian moneter internasional dan rezim internasional selama tahun-tahun interwar.
Transformasi kedua terjadi setelah Perang Dunia II ketika sistem Bretton Wood tengah berjalan. Sebab di tahun 1970an, periode perubahan di bawah sistem Bretton Wood terjadi perubahan dari standar pertukaran emas menjadi dolar Amerika dan komitmen terhadap kontrol kapital. Beragam perubahan ini memiliki konsekuensi politik yang cukup penting tentang siapa yang mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana dalam ekonomi politik global.
Evolusi standar emas dan pemecahannya (1930)
Konsep dari standar emas adalah penguunaan mata uang emas sebagai media pertukaran, sebagai satuan perhitungan dan sebagai alat menyimpan bilai. Kegiatan ini sudah terjadi sejak zaman kuno. Namun fenomena volume perdagangan yang kian meningkat sejalan dengan bangkitnya revolusi industri mendorong adanya permintaan atas sarana yang lebih mudah untuk mendanai dan menyokong perdagangan internasional maka standar emas hadir guna mengatur dan mendorong pemerintah agar sepakat untuk menukar mata uang kertas mereka menjadi emas dengan suatu kurs yang tetap.
Sejak tahun 1880 Inggris, Jerman, jepang dan Amerika telah mengadopsi sistem standar Emas ini. Dengan berlakunya standar emas maka nilai dari setiap mata uang dalam satuan mata uang lainnya dapat ditentukan secara mudah sehingga dapat mengkatalisasi perdagangan internasional. Mulanya US$ 1 dihargai dengan 23,22 grain emas murni yang mana 1 ons emas sama dengan 480 grain emas. Dengan kata lain harga dari 1 ons emas adalah US $20,67. Sejumlah mata uang yang diperlukan untuk membeli satu ons emas disebut sebagai nilai pari emas.

Periode Perang Dunia 1914-1944
Standar emas hancur waktu perang dunia 1 pecah. Mata uang praktis ditetapkan atas dasar emas atau mata uang lainnya dengan longgar. Beberapa usaha kembali ke standar emas dilakukan sesudah perang dunia 1 berakhir.Emas hanya diperdagangkan dengan bank sentral, bukan pribadi. Kurs mata uang ditetapkan berdasarkan emas. Sesudah tahun 1934 dan sesudah perang dunia kedua, konvertibilitas mata uang yang bisa ditukarkan (konvertibel) dengan mata uang lainnya.

Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konvertibilitas mata uang mereka dalam emas.Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dari nilai par, dan bersedia melakukan intervensi untuk menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberapa minggu pada bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.

Post Bretton Woods (1973) - sekarang
Setelah kurs dibiarkan mengambang, fluktuasi kurs mata uang dunia menjadi semakin tinggi dan semakin sulit diprediksi. Kejadian penting pertama setelah Bretton Woods berakhir adalah embargo minyak negara OPEC yang cukup sukses (Oktober 1973). Pada tahun 1974 harga minyak cenderung melakukan kebijakan sangat tajam.
Kurs dollar dan juga kurs mata uang lainnya, di masa mendatang akan berfluktuasi sama seperti sekitar dua puluh tahun terakhir ini. Selama tidak ada patokan yang pasti, kurs mata uang di masa mendatang akan mengalami fluktuasi yang tidak bisa diprediksi.
Beberapa ekonom mulai menganjurkan kembali ke sistem kurs tetap. Tetapi sampai saat ini belum ada model yang ideal yang sesuai dengan kondisi saat ini, yang bisa menjamin stabilitas kurs. Sistem yang ideal akan mencakup dua hal :
1.      Sistem harus kredibel (bisa dipercaya)
2.      Sistem harus mempunyai mekanisme stabilitas harga yang otomatis (built in).

Dana Moneter Internasional
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara. Setelah melalui pertimbangan panjang dan hati-hati, sebuah system moneter disepakati di Bretton Woods. Negara-negara anggota sepakat untuk mengontrol batas kurs mereka dengan cara yang sudah ditentukan. Menurut kesepakatan awal, kurs dibolehkan berfariasi sampai satu persen dibawah atau diatas par. Bila kurs suatu Negara mencapai atau mendekati salah satu batas, disebut ”titik pendukung arbitrase”, bank sentralnya mengintervensi pasar untuk mencegah kurs melewati batas itu. Inntervensi pasar mensyaratkan suatu Negara untuk mengakumulasi cadangan devisanya, yang terdiri dari emas dan mata uang asing, diatas kebutuhan perdagangan normal. Sebuah lembaga bernama Dana Moneter internasional IMF, didirikan di Bretton Woods untuk mengawasi system moneter yang baru disepakati. Ada beberapa hal yang telah dicapai dana moneter internasional. Misalnya, lembaga itu:
a.     Berhasil mempertahankan peningkatan yang cepat dari volume perdagangan dan investasi.
b.     Menunjukan flexibilitas dalam mengadaptasi perubahan-perubahan dalam perdagangan internasional.
c.     Semakin efisien (bahkan terjadi penurunan persentase cadangan devisa)
d.     Semakin tangguh (lembaga itu berhasil melewati masa krisis awal pada tahun 1971, mengatasi kegiatan spekulatif, dan bertahan dalam siklus bisnis yang bergejolak).
e.     Mendukung tumbuhnya kerja sama internasional.
f.      Membangun kapasitas untuk mengakomodasi reformasi dan perbaikan.

Sistem Penetapan Kurs Mata Uang
Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok :
Free Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean float.
Float yang dikelola (Managed Float)
Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga sebagai dirty float, dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral yang cukup aktif.
Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi :
Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup teratur.
Menunda kurs (leaning against the wind).
Melalui cara ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya sementara.
Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging).
Melalui cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi) kurs mata uangnya.
Perjanjian Zona Target Tertentu
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.

Cara Melakukan Transaksi Internasional
Dalam melakukan pembayaran transaksi ekonomi luar negeri, dapat digunakan beberapa cara, antara lain:
1.      Cash
Pembayaran dilakukan dengan menggunakan check/cheque atau bank draft, pada saat barang dikirim oleh eksportir atau sebelumnya. Cara ini sangat baik bagi eksportir yang keadaan keuangannya lemah dan belum kenal baik dengan importir.
2.      Open Account
Merupakan kebalikan dari cara cash, yaitu pembayaran dilakukan setelah beberapa waktu atau kebijaksanaan importir setelah barang dikirim kepada importir tanpa surat perintah pembayaran serta dokumen-dokumen.
3.      Commercial Bill of Exchange
Merupakan cara yang paling umum dipakai dan sering disebut draft atau trade bills, yaitu surat yang ditulis oleh penjual yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu di masa datang, yang biasanya disebut trade drafts. Jenis draft terdiri dari; clean draft dan documentary draft.
4.      Letter of Credit
L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembeli barang (importir) dimana bank tersebut yang menyetujui dan membayar wesel yang ditarik oleh penjual barang (eksportir). Dengan demikian L/C merupakan suatu alat pengganti kredit bank dan dapat menjamin pembayaran bagi eksportir. Pihak yang terkait dalam L/C adalah Opener (importir), Issuer (bank yang mengeluarkan L/C), Beneficiary atau penjual (eksportir), dan dalam prakteknya ada satu pihak lagi yaitu Confirming Bank, yaitu bank di negara eksportir.
5.      Private Compensation
Adalah penyelesaian pembayaran dengan kompensasi utang piutang tanpa perpindahan mata uang ke negara lain.

Kelemahan Sistem Moneter Internasional
Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada akhirnya menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan menstabilkan inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai ini tidak bertahan lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus menerus. Sistem moneter internasional saat ini tidak mengatur interdepensi (saling mengait) antara berbagai mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-alih mengandalkan keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa harus "menampar" mitra dagangnya yang mengancam layaknya musuh. Setelah revolusi di Eropa Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10 negara baru yang masuk dalam sistem moneter internasional, (pecahan Uni Soviet) seluruhnya dengan mata uang yang baru atau kebutuhan baru terhadap kebijakan mata uangnya. Sistem moneter seperti apa yang seharusnya Michel Camdessus (Managing Director IMF saat itu) rekomendasikan kepada negeri-negeri baru itu? Jawabannya akan menjadi nyata sebelum tahun 1971 : masing-masing negara itu mesti menstabilkan mata uangnya terhadap Dollar AS atau terhadap salah satu mata uang yang stabil yang berhadapan dengan Dollar AS yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki tingkat harga yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun 1946 dan 1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi negara-negara sebuah filosofi manajemen makro ekonomik yang logis berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali (fixed exchange rate). Kesepakatan yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada para pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan, sebuah negara dapat memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama seperti Dollar AS. Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang kuat; rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di Argentina oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas pemimpin sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat tidak diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya dan IMF memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah tahun 1971 IMF kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap emas) sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya setelah 1973, tahun dimana sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar tetap beralih ke nilai tukar mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter internasional menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan pengawas utang (bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bisa diperankan dengan baik oleh konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF tidak memiliki sistem yang saling mengait untuk stabilitas moneter untuk menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa pengeculian seringkali konsep yang ditawarkan serampangan. Kegagalan negara transisi dibuktikan dengan fakta bahwa tidak satupun dari negara-negara tersebut di akhir 1996, mampu melampaui tingkat pendapatan sejak masa transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua pengecualian, inflasi kembali mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin sejauh ini lebih memburuk dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia (I dan II) yang amat menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya sendiri, fen omena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa ketergantungan diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain. Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang para ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan . Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah memelihara atau menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang tunggal dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan yang luar biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu buruk. Ada hubungan yang penting dalam struktur finansial dunia berkenaan dengan konfigurasi kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan khusus yang dijalankan oleh mata uang negara AS. Ketika suatu negara memiliki supereconomy, mata uangnya seringkali memenuhi banyak fungsi dari sebuah mata uang internasional, sebuah judul yang kita coba berangkat dari sini.
Negara yang Mengalami Kepailitan
Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan pinjaman kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan negara tidak akan mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign debt ” (utang pemerintah negara berdaulat) menghantam bisnis internasional. Beberapa negara berkembang ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun tidak terbayar. Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981, sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak. Pada tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan tahun 1979 – 1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini mendorong meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi dunia. Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga menggoncang perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang.
Tahun 1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga pinjaman baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga variabel. Negara berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun untuk setiap kenaikan 1 persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan naiknya nilai mata uang AS$. Negara berkembang pada umumnya meminjam uang dalam bentuk AS$ sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban. Beban tersebut menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima dalam berbagai mata uang lain yang digunakan untuk membayar uatang dalam AS$.

Pemecahan Masalah Utang
IMF, BIS, bank-bank sentral nasional dan bank-bank komersial berusahan keras mengatasi masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka pendek dan jangka panjang.
Pemecahan Jangka Pendek
Cara mengatasi masalah utang jangka pendek yaitu dengan melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang agar negara penerima pinjaman dapat mengembalikan utangnya pada saat jatuh tempo, walaupun diperlukan negosiasi yang cukup alot.
Negara berkembang penerima pinjaman tidak dapat melaksanakan program-program kegiatannya secara fleksibel karena adanya tekanan dari IMF. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang tertahan karena dana baru dari hasil ekspornya atau pinjaman yang digunakan untuk membayar utangnya, bukan melanjutkan programnya atau kegiatan produktif lainnya.
Negara berkembang dapat mengurangi utangnya dengan meningkatkan ekspornya agar diperoleh surplus neraca pembayaran. Namun hasil surplus tersebut sebagian digunakan untuk membayar utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor dalam upaya peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang memerlukan banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya, tapi jika memperoleh pinjaman juga akan memperberat beban utangnya. Negosiasi ulang utang biasanya terlebih dahulu diikuti dengan tindakan pengetatan agar dapat mendorong menurunnya standar kehidupan, pertumbuhan ekonomi dan ekpor. Kemudian, meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan kebijaksanaan jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara berkembang tidak hanya masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan perilaku. Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani mengalami kegagalan membayar utangnya selama 87 tahun. Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti Belanda, Austria, Jepang dan Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi kewajibannya membayar utang luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi kewajiban utang luar negeri tahun 1976, telah membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan separoh utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian bantuan ini didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya reformasi ekonomi, sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.

Pemecahan Jangka Panjang
Beberapa saran untuk memecahkan masalah utang jangka panjang adalah sebagai berikut:
1.      Negara penerima pinjaman hendaknya memanfaatkan dana pinjaman barunya untuk kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi daripada untuk keperluan yang bersifat konsumtif, capital flight , atau memenuhi ambisi pemeintah.
2.      Negara penerima pinjaman hendaknya membangun dana cadangan yang cukup untuk jangka pendek maupun jangka panjang sehingga mampu menjaga fluktuasi harga komoditi ekspor bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan
3.      Negara maju harus terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membuka pasarnya untuk barang ekspor dari negara berkembang melalui persaingan yang sehat.
4.      IMF dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan suatu tekanan kepada negara peminjam.
5.      IMF, Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya memberi pinjaman dalam jumlah yang cukup sehingga dapat digunakan untuk jangka panjang.
6.      Sebagian utang negara berkembang hendaknya diubah bentuknya menjadi bentuk equitas, sehingga mendorong timbulnya rasa memiliki atas proyek-proyek yang dilaksanakan. Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang jatuh temponya dengan penerapan bunga ceiling.
7.      Negara berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi asing
8.      Jangan menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang.



IMPLEMENTASI PADA SUATU PERUSAHAAN

Kasus Penetapan Standar Emas dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Dampak dari depresiasi rupiah terhadap Dollar ini amat dahsyat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpuruk. Kebijakan otoritas moneter yang menerapkan kebijakan uang ketat (tigh money policy) untuk membendung pelemahan rupiah dengan menaikkan suka bunga memaksa bunga pinjaman naik. Akibatnya proyek-proyek terhenti dan sejumlah perusahaan-perusahaan gulung tikar. Dampak selanjutnya adalah terjadinya PHK besar-besaran. Harga sembako dan juga barang-barang lainnya meningkat tajam sehingga membuat rakyat semakin menderita (Yusanto, 2001: 3). Peristiwa yang lebih mutakhir adalah krisis keuangan yang melanda Argentina. Mata uang Argentina, Peso didevaluasi hingga lebih dari 100% dari Dollar AS yang menjadi patokan. Salah satu alasan utama kebijakan devaluasi ini adalah keputusan untuk menghentikan pematokan (pegging) peso terhadap Dollar AS, yang oleh IMF dianggap tidak lagi dapat dipertahankan. Kegagalan strategi pemerintah dan kekacauan tersebut telah mempengaruhi situasi negara-negara AS lainnya (Fredericks, 2004: 149). Dalam kondisi moneter yang tidak stabil dan menimbulkan penderitaan tersebut ternyata pihak spekulan menghadapi keadaan sebaliknya. Menurut Stiglizt (199: 2003) pukulan berat yang mengakibatkan real estate dan pasar saham Thailand mengalami gelembung (bubble) diakibatkan oleh uang spekulatif panas yang mengalir ke negara tersebut. Dan memang pada faktanya perubahan arah modal spekulatif ini merupakan akar pergerakan eksesif pada nilai tukar. Menurut Stiglizt (2003: 199) salah satu sumber keuntungan para spekulan adalah uang yang berasal dari pemerintah yang didukung oleh IMF. Sebagai contoh ketika IMF dan pemerintah Brazil mengeluarkan sekitar 50 miliar Dollar untuk menjaga nilai tukar yang berada pada level overvalued pada akhir 1998, uang tersebut seakan hilang ditelan angin. Namun pada faktanya uang tersebut sebagian besar mengalir ke kantong-kantong para spekulan.
Beberapa spekulan mungkin mengalami kerugian sementara yang lain untung namun secara umum para spekulanlah yang memperoleh seluruh uang yang diderita oleh pemerintah. Bahkan menurut Stiglizt (2003: 199) IMF-lah yang menjaga agar para spekulan tersebut tetap dapat berbisnis. Berdasarkan pemaparan di atas sangat wajar jika sejumlah kalangan mulai mempertanyakan faktor fundamental yang menjadi pemicu berbagai krisis tersebut. Mereka mulai mencari solusi alternatif yang dapat menstabilkan kondisi moneter dan keuangan baik yang bersifat domistik maupun yang bersifat internasional. Salah satu negara yang memberikan respon yang kuat dari instabilitas sektor moneter tersebut adalah Rusia. Pemerintah Rusia telah menyadari sifat spekulatif pasar uang dan ketidakstabilan yang diakibatkan oleh penetapan standar mata uang itu. Pada 10 Juli 2001 The Bank of Rusia yang merupakan Bank Sentral Rusia mengedarkan mata uang emas yang bernama Chervonet. Dengan demikian mata uang emas menjadi alat pembayaran yang sah. Diharapkan dalam jangka pendek orang-orang Rusia bersedia mengubah tabungan mereka dari mata uang Dollar menjadi mata uang Chervonet disamping Rubel yang saat ini beredar. Dalam jangka panjang Rusia juga diharapkan dapat membuat perubahan besar dalam kebijakan keuangan internasional di tengah kegalauan banyak negara yang berusaha melepaskan diri dari sistem keuangan dunia yang berporos pada kepentingan bangsa Anglo-AS (Frederick, 2004: 195). Bahkan pada perjanjian Mastrich bulan Februari 1992-dalam upaya untuk menciptakan mata uang tunggal pada tahun 1999-Bank Sentral Eropa yang merupakan peleburan dari bank-Bank Sentral negara-negara Eropa berupaya mengumpulkan 50 milyar Euro dalam bentuk emas dari seluruh negara-negara anggota sebagai cadangannya. Demikian pula halnya pada tanggal 1 Januari 1999. Dewan Pengawas Bank Sentral Eropa telah menetapkan bahwa 15% dari cadangan dasarnya yang mencapai 9,5 milyard Euro harus berbentuk emas (Salim, 2004). Keinginan sejumlah ekonom dan pejabat pemerintahan untuk kembali pada standar emas (gold standard) bukanlah tanpa alasan. Disamping dampak negatif yang telah diakibatkan oleh standar mata uang kertas (fiat money standard), motif tersebut juga dipicu oleh bukti historis kemampuan standar emas (gold standard) dalam menjaga stabilitas moneter selama lebih kurang 100 tahun hingga tahun 1914 ketika Perang Dunia I pecah. Pada masa tersebut standar emas telah mampu mewujudkan kestabilan moneter domostik maupun internasional serta mampu menciptakan perdamaian dan kesejahteraan dalam kurun waktu yang cukup panjang (Kimball, 2005). Inflasi yang menjadi masalah serius bagi otoritas moneter di rezim fiat money standard–pada masa tersebut dapat berjalan secara stabil. Hal ini karena rezim tersebut memiliki rezim moneter yang berjalan secarar otomatis yang dapat mengatur pergerakan supply money di suatu negara serta diawasi secara disiplin oleh otoritas moneter masing-masing negara. Dengan demikian faktor utama yang menjadi pemicu inflasi pada uang subtitusi sepenuhnya dapat dikendalikan (Herbener, 2002). Hal ini juga diakui oleh diakui oleh Frederik Hayek (1976) sebagaimana yang dikutip oleh Block (1999): “Secara signifikan hal tersebut hanya terjadi pada kejayaaan sistem industri modern dan selama standar emas yang berlangsung sekitas dua ratus tahun…pada masa itu harga-harga diakhir rezim tersebut tidak mengalami perubahan. Ia sama sebagaimana awalnya.” (Hayek, 1976:16) “Kecuali selama dua ratus tahun ketika standar emas diterapkan. Selain itu pemerintah sepanjang sejarah telah mengunakan kekeuatan eksklusif mereka untuk menipu dan mencuri harta rakyat.” (Hayek, 1976: 15) Disamping itu dengan adanya nilai tukar yang tetap antara mata uang suatu negara negara dengan negara lainnya menjadikan arus perdagangan dan investasi tumbuh dengan pesat. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Grenspan (1966) yang juga dikutip oleh Block (1999) : Ketika standar emas diterima sebagai alat pertukaran oleh sebagian besar negara, standar emas internasional yang bebas tanpa batas telah membantu percepatan pembagian tenaga kerja (devision of labour) dan perluasan perdagangan internasional. Meskipun alat-alat tukar (seperti Dollar, Pound, Franch, dll) berbeda antara satu negara dengan negara lainnya dan seluruhnya detetapkan nilainya dengan emas, namun selama masa tersebut tidak ada hambatan bagi perdagangan ataupun pergerakan modal (movement of capital).” Meski demikian harus diakui bahwa kondisi demografis, ekonomi, politik dan budaya serta perkembangan teknologi masyarakat saat ini telah mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan masa tersebut. Namun setidaknya terdapat beberapa faktor fundamental yang dapat dikaji pada standar moneter tersebut dalam menciptakan stabilitas moneter dan keuangan dibandingkan dengan standar moneter lainnya termasuk standar mata uang kertas saat ini yang didominasi oleh Dollar.



            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar