Sistem Moneter Internasional dan
Kekuatan Finansial
Tugas
ini disusun untuk mata kuliah : Bisnis Internasional
Dosen
Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, Ir, CMA, MM, MPM

Disusun Oleh :
SEFTYA
APRIYANI 43117010395
FAKULTAS
EKONOMI & BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2019
JAKARTA
2019
Pengertian Sistem Moneter
Internasional
System
moneter internasional adalah satu perangkat kebijakan, institusi,praktisi,
regulasi, mekanisme yang menentukan tingkat dimana mata uang satu di tukarkan
dengan mata uang yang lain.
Sejarah Sistem Moneter
Internasional
Setiap
Negara memiliki mata uang sendiri, dan mata uang itu menunjukan nilai
barangnya. Namun, untuk perdagangan internasional, berbagai mata uang di dunia
harus di ubah dari satu mata uang ke mata uang yang lain. Perubahan sistem
moneter diakibatkan oleh gejolak ekonomi. Dengan mempelajari pengalaman
historis akan dapat diperoleh gambaran timbulnya ketidakstabilan ekonomi serta
proses penyesuaian neraca pembayaran internasional.
Moneter
internasional dan sistem finansial memainkan peran sentral dalam ekonomi
politik global. Sejak akhir abad 19, awal pembentukan sistem ini melalui
berbagai transformasi dalam menganggapi perubahan kondisi politik dan ekonomi
baik level domestik maupun internasional. Perubahan yang paling dramatik adalah
krisis dalam pengintegrasian moneter internasional dan rezim internasional
selama tahun-tahun interwar.
Transformasi
kedua terjadi setelah Perang Dunia II ketika sistem Bretton Wood tengah
berjalan. Sebab di tahun 1970an, periode perubahan di bawah sistem Bretton Wood
terjadi perubahan dari standar pertukaran emas menjadi dolar Amerika dan
komitmen terhadap kontrol kapital. Beragam perubahan ini memiliki konsekuensi
politik yang cukup penting tentang siapa yang mendapatkan apa, kapan, dan
bagaimana dalam ekonomi politik global.
Evolusi standar emas dan
pemecahannya (1930)
Konsep
dari standar emas adalah penguunaan mata uang emas sebagai media pertukaran,
sebagai satuan perhitungan dan sebagai alat menyimpan bilai. Kegiatan ini sudah
terjadi sejak zaman kuno. Namun fenomena volume perdagangan yang kian meningkat
sejalan dengan bangkitnya revolusi industri mendorong adanya permintaan atas
sarana yang lebih mudah untuk mendanai dan menyokong perdagangan internasional
maka standar emas hadir guna mengatur dan mendorong pemerintah agar sepakat
untuk menukar mata uang kertas mereka menjadi emas dengan suatu kurs yang
tetap.
Sejak
tahun 1880 Inggris, Jerman, jepang dan Amerika telah mengadopsi sistem standar
Emas ini. Dengan berlakunya standar emas maka nilai dari setiap mata uang dalam
satuan mata uang lainnya dapat ditentukan secara mudah sehingga dapat
mengkatalisasi perdagangan internasional. Mulanya US$ 1 dihargai dengan 23,22
grain emas murni yang mana 1 ons emas sama dengan 480 grain emas. Dengan kata
lain harga dari 1 ons emas adalah US $20,67. Sejumlah mata uang yang diperlukan
untuk membeli satu ons emas disebut sebagai nilai pari emas.
Periode Perang Dunia 1914-1944
Standar
emas hancur waktu perang dunia 1 pecah. Mata uang praktis ditetapkan atas dasar
emas atau mata uang lainnya dengan longgar. Beberapa usaha kembali ke standar
emas dilakukan sesudah perang dunia 1 berakhir.Emas hanya diperdagangkan dengan
bank sentral, bukan pribadi. Kurs mata uang ditetapkan berdasarkan emas.
Sesudah tahun 1934 dan sesudah perang dunia kedua, konvertibilitas mata uang
yang bisa ditukarkan (konvertibel) dengan mata uang lainnya.
Periode Kurs Tetap
Periode
ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua
negara menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan emas, tetapi tidak
diharuskan memenuhi konvertibilitas mata uang mereka dalam emas.Negara anggota
diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dari nilai par, dan
bersedia melakukan intervensi untuk menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara
anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan
spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar
keuangan dunia sempat tutup selama beberapa minggu pada bulan Maret 1973.
Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke
kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
Post Bretton Woods (1973) -
sekarang
Setelah
kurs dibiarkan mengambang, fluktuasi kurs mata uang dunia menjadi semakin
tinggi dan semakin sulit diprediksi. Kejadian penting pertama setelah Bretton
Woods berakhir adalah embargo minyak negara OPEC yang cukup sukses (Oktober
1973). Pada tahun 1974 harga minyak cenderung melakukan kebijakan sangat tajam.
Kurs
dollar dan juga kurs mata uang lainnya, di masa mendatang akan berfluktuasi
sama seperti sekitar dua puluh tahun terakhir ini. Selama tidak ada patokan
yang pasti, kurs mata uang di masa mendatang akan mengalami fluktuasi yang
tidak bisa diprediksi.
Beberapa
ekonom mulai menganjurkan kembali ke sistem kurs tetap. Tetapi sampai saat ini
belum ada model yang ideal yang sesuai dengan kondisi saat ini, yang bisa
menjamin stabilitas kurs. Sistem yang ideal akan mencakup dua hal :
1. Sistem
harus kredibel (bisa dipercaya)
2. Sistem
harus mempunyai mekanisme stabilitas harga yang otomatis (built in).
Dana Moneter Internasional
Dana
Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi
internasional yang bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan
menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah
keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah
membantu negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan
sebagai imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan
tertentu, misalnya privatisasi badan usaha milik negara. Setelah melalui
pertimbangan panjang dan hati-hati, sebuah system moneter disepakati di Bretton
Woods. Negara-negara anggota sepakat untuk mengontrol batas kurs mereka dengan
cara yang sudah ditentukan. Menurut kesepakatan awal, kurs dibolehkan
berfariasi sampai satu persen dibawah atau diatas par. Bila kurs suatu Negara
mencapai atau mendekati salah satu batas, disebut ”titik pendukung arbitrase”,
bank sentralnya mengintervensi pasar untuk mencegah kurs melewati batas itu.
Inntervensi pasar mensyaratkan suatu Negara untuk mengakumulasi cadangan
devisanya, yang terdiri dari emas dan mata uang asing, diatas kebutuhan
perdagangan normal. Sebuah lembaga bernama Dana Moneter internasional IMF,
didirikan di Bretton Woods untuk mengawasi system moneter yang baru disepakati.
Ada beberapa hal yang telah dicapai dana moneter internasional. Misalnya,
lembaga itu:
a.
Berhasil mempertahankan peningkatan yang
cepat dari volume perdagangan dan investasi.
b.
Menunjukan flexibilitas dalam
mengadaptasi perubahan-perubahan dalam perdagangan internasional.
c.
Semakin efisien (bahkan terjadi
penurunan persentase cadangan devisa)
d.
Semakin tangguh (lembaga itu berhasil
melewati masa krisis awal pada tahun 1971, mengatasi kegiatan spekulatif, dan
bertahan dalam siklus bisnis yang bergejolak).
e.
Mendukung tumbuhnya kerja sama
internasional.
f.
Membangun kapasitas untuk mengakomodasi
reformasi dan perbaikan.
Sistem Penetapan Kurs Mata Uang
Mekanisme
penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok :
Free Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan
sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan
pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan
ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang
negara yang bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau penghargaan
terhadap variable tersebut berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang
bebas juga disebut sebagai clean float.
Float yang dikelola (Managed Float)
Sistem
mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian kurs cukup tinggi.
Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga sebagai dirty float,
dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral yang cukup aktif.
Bank
Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar
batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi :
Menstabilkan
fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga
stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup teratur.
Menunda kurs (leaning against the
wind).
Melalui
cara ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau
mengurangi fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh
kejadian yang sifatnya sementara.
Kurs tetap secara tidak resmi
(unofficial pegging).
Melalui
cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi)
kurs mata uangnya.
Perjanjian Zona Target Tertentu
Melalui
perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya
secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau
batas bawah, Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.
Cara Melakukan Transaksi Internasional
Dalam
melakukan pembayaran transaksi ekonomi luar negeri, dapat digunakan beberapa
cara, antara lain:
1.
Cash
Pembayaran dilakukan dengan
menggunakan check/cheque atau bank draft, pada saat barang dikirim oleh
eksportir atau sebelumnya. Cara ini sangat baik bagi eksportir yang keadaan
keuangannya lemah dan belum kenal baik dengan importir.
2.
Open
Account
Merupakan kebalikan dari cara cash,
yaitu pembayaran dilakukan setelah beberapa waktu atau kebijaksanaan importir
setelah barang dikirim kepada importir tanpa surat perintah pembayaran serta
dokumen-dokumen.
3.
Commercial
Bill of Exchange
Merupakan cara yang paling umum
dipakai dan sering disebut draft atau trade bills, yaitu surat yang ditulis
oleh penjual yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah uang
tertentu pada waktu tertentu di masa datang, yang biasanya disebut trade
drafts. Jenis draft terdiri dari; clean draft dan documentary draft.
4.
Letter
of Credit
L/C adalah suatu surat yang
dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembeli barang (importir) dimana bank
tersebut yang menyetujui dan membayar wesel yang ditarik oleh penjual barang
(eksportir). Dengan demikian L/C merupakan suatu alat pengganti kredit bank dan
dapat menjamin pembayaran bagi eksportir. Pihak yang terkait dalam L/C adalah
Opener (importir), Issuer (bank yang mengeluarkan L/C), Beneficiary atau
penjual (eksportir), dan dalam prakteknya ada satu pihak lagi yaitu Confirming
Bank, yaitu bank di negara eksportir.
5.
Private
Compensation
Adalah penyelesaian pembayaran
dengan kompensasi utang piutang tanpa perpindahan mata uang ke negara lain.
Kelemahan Sistem Moneter
Internasional
Ketika
sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada akhirnya
menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga menjadi
jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan menstabilkan
inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai ini tidak
bertahan lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus menerus. Sistem
moneter internasional saat ini tidak mengatur interdepensi (saling mengait)
antara berbagai mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-alih
mengandalkan keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa harus
"menampar" mitra dagangnya yang mengancam layaknya musuh. Setelah
revolusi di Eropa Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10
negara baru yang masuk dalam sistem moneter internasional, (pecahan Uni Soviet)
seluruhnya dengan mata uang yang baru atau kebutuhan baru terhadap kebijakan
mata uangnya. Sistem moneter seperti apa yang seharusnya Michel Camdessus
(Managing Director IMF saat itu) rekomendasikan kepada negeri-negeri baru itu?
Jawabannya akan menjadi nyata sebelum tahun 1971 : masing-masing negara itu
mesti menstabilkan mata uangnya terhadap Dollar AS atau terhadap salah satu
mata uang yang stabil yang berhadapan dengan Dollar AS yang dikaitkan dengan
emas.
Memperbaiki
nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh ekonomi dunia,
telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki tingkat harga
yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin menunjukkan
kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun 1946 dan
1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi negara-negara sebuah filosofi manajemen
makro ekonomik yang logis berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali (fixed
exchange rate). Kesepakatan yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada para
pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan, sebuah negara dapat memperbaiki
mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama seperti Dollar AS. Pada
praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang kuat;
rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di
Argentina oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas
pemimpin sepertinya.
Dalam
periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat tidak diperlukan
sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya dan IMF memiliki
seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah tahun 1971 IMF
kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap
emas) sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya
setelah 1973, tahun dimana sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar
tetap beralih ke nilai tukar mengambang.
IMF
kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter internasional menjadi
peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan pengawas utang (bahkan
broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bisa diperankan dengan baik oleh
konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF
tidak memiliki sistem yang saling mengait untuk stabilitas moneter untuk
menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa pengeculian seringkali konsep yang
ditawarkan serampangan. Kegagalan negara transisi dibuktikan dengan fakta bahwa
tidak satupun dari negara-negara tersebut di akhir 1996, mampu melampaui
tingkat pendapatan sejak masa transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua
pengecualian, inflasi kembali mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang
dingin sejauh ini lebih memburuk dibanding perbaikan di akhir sebagian besar
perang dunia (I dan II) yang amat menghancurkan.
Sistem
moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap
negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana
tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah
mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau
terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem
moneter internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem
moneternya sendiri, fen omena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam
kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para
ekonom mengetahui bahwa ketergantungan diantara sistem moneter internasional
didukung oleh fakta bahwa keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling
berhubungan satu sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan
yang surplus maka negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit.
Jadi suatu negara bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis
berpengaruh terhadap negara lain. Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai
tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari n negara dengan n mata uang, ada
n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat menetapkan nilai
tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada satu
derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang
para ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan . Aturan
dimana tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan harga, atau dalam
kasus standar emas (gold standard) adalah memelihara atau menstabilkan harga
emas.
Di
atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang tunggal dan
nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan yang luar
biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu buruk.
Ada hubungan yang penting dalam struktur finansial dunia berkenaan dengan
konfigurasi kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan khusus yang dijalankan oleh
mata uang negara AS. Ketika suatu negara memiliki supereconomy, mata uangnya
seringkali memenuhi banyak fungsi dari sebuah mata uang internasional, sebuah
judul yang kita coba berangkat dari sini.
Negara yang Mengalami Kepailitan
Pada
tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan pinjaman kepada
negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan negara tidak akan
mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign debt ” (utang
pemerintah negara berdaulat) menghantam bisnis internasional. Beberapa negara
berkembang ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun
tidak terbayar. Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981,
sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab
bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak. Pada tahun
1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan tahun 1979 – 1980
dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini mendorong meningkatnya
inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi dunia. Sementara
itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga menggoncang
perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang.
Tahun
1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga tersebut
diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga pinjaman
baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga variabel.
Negara berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun untuk
setiap kenaikan 1 persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan naiknya
nilai mata uang AS$. Negara berkembang pada umumnya meminjam uang dalam bentuk
AS$ sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban. Beban tersebut
menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima dalam berbagai
mata uang lain yang digunakan untuk membayar uatang dalam AS$.
Pemecahan Masalah Utang
IMF,
BIS, bank-bank sentral nasional dan bank-bank komersial berusahan keras
mengatasi masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka pendek dan jangka
panjang.
Pemecahan Jangka Pendek
Cara
mengatasi masalah utang jangka pendek yaitu dengan melakukan penjadwalan ulang
pembayaran utang agar negara penerima pinjaman dapat mengembalikan utangnya
pada saat jatuh tempo, walaupun diperlukan negosiasi yang cukup alot.
Negara
berkembang penerima pinjaman tidak dapat melaksanakan program-program
kegiatannya secara fleksibel karena adanya tekanan dari IMF. Pertumbuhan
ekonomi negara berkembang tertahan karena dana baru dari hasil ekspornya atau
pinjaman yang digunakan untuk membayar utangnya, bukan melanjutkan programnya
atau kegiatan produktif lainnya.
Negara
berkembang dapat mengurangi utangnya dengan meningkatkan ekspornya agar
diperoleh surplus neraca pembayaran. Namun hasil surplus tersebut sebagian
digunakan untuk membayar utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor
dalam upaya peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara
berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang memerlukan
banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya, tapi jika memperoleh pinjaman
juga akan memperberat beban utangnya. Negosiasi ulang utang biasanya terlebih
dahulu diikuti dengan tindakan pengetatan agar dapat mendorong menurunnya
standar kehidupan, pertumbuhan ekonomi dan ekpor. Kemudian, meningkatkan
kesadaran akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan kebijaksanaan
jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara berkembang tidak hanya
masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan perilaku. Beberapa contoh
kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan Mesir. Equador mengalami
kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan untuk memulihkan
perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani mengalami kegagalan membayar
utangnya selama 87 tahun. Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti
Belanda, Austria, Jepang dan Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi
kewajibannya membayar utang luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi kewajiban
utang luar negeri tahun 1976, telah membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya
untuk penari balet dan semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club,
kelompok pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan
separoh utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat
memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan
Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian bantuan
ini didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya reformasi
ekonomi, sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.
Pemecahan Jangka Panjang
Beberapa
saran untuk memecahkan masalah utang jangka panjang adalah sebagai berikut:
1. Negara
penerima pinjaman hendaknya memanfaatkan dana pinjaman barunya untuk kegiatan
yang mendorong pertumbuhan ekonomi daripada untuk keperluan yang bersifat
konsumtif, capital flight , atau memenuhi ambisi pemeintah.
2. Negara
penerima pinjaman hendaknya membangun dana cadangan yang cukup untuk jangka
pendek maupun jangka panjang sehingga mampu menjaga fluktuasi harga komoditi
ekspor bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan
3. Negara
maju harus terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membuka pasarnya
untuk barang ekspor dari negara berkembang melalui persaingan yang sehat.
4. IMF
dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan suatu tekanan kepada
negara peminjam.
5. IMF,
Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya memberi pinjaman dalam jumlah
yang cukup sehingga dapat digunakan untuk jangka panjang.
6. Sebagian
utang negara berkembang hendaknya diubah bentuknya menjadi bentuk equitas,
sehingga mendorong timbulnya rasa memiliki atas proyek-proyek yang
dilaksanakan. Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang jatuh temponya
dengan penerapan bunga ceiling.
7. Negara
berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi asing
8. Jangan
menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang.
IMPLEMENTASI PADA SUATU PERUSAHAAN
Kasus
Penetapan Standar Emas dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Dampak dari
depresiasi rupiah terhadap Dollar ini amat dahsyat. Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) terpuruk. Kebijakan otoritas moneter yang menerapkan kebijakan uang
ketat (tigh money policy) untuk membendung pelemahan rupiah dengan menaikkan
suka bunga memaksa bunga pinjaman naik. Akibatnya proyek-proyek terhenti dan
sejumlah perusahaan-perusahaan gulung tikar. Dampak selanjutnya adalah
terjadinya PHK besar-besaran. Harga sembako dan juga barang-barang lainnya
meningkat tajam sehingga membuat rakyat semakin menderita (Yusanto, 2001: 3).
Peristiwa yang lebih mutakhir adalah krisis keuangan yang melanda Argentina. Mata
uang Argentina, Peso didevaluasi hingga lebih dari 100% dari Dollar AS yang
menjadi patokan. Salah satu alasan utama kebijakan devaluasi ini adalah
keputusan untuk menghentikan pematokan (pegging) peso terhadap Dollar AS, yang
oleh IMF dianggap tidak lagi dapat dipertahankan. Kegagalan strategi pemerintah
dan kekacauan tersebut telah mempengaruhi situasi negara-negara AS lainnya
(Fredericks, 2004: 149). Dalam kondisi moneter yang tidak stabil dan
menimbulkan penderitaan tersebut ternyata pihak spekulan menghadapi keadaan
sebaliknya. Menurut Stiglizt (199: 2003) pukulan berat yang mengakibatkan real
estate dan pasar saham Thailand mengalami gelembung (bubble) diakibatkan oleh
uang spekulatif panas yang mengalir ke negara tersebut. Dan memang pada faktanya
perubahan arah modal spekulatif ini merupakan akar pergerakan eksesif pada
nilai tukar. Menurut Stiglizt (2003: 199) salah satu sumber keuntungan para
spekulan adalah uang yang berasal dari pemerintah yang didukung oleh IMF.
Sebagai contoh ketika IMF dan pemerintah Brazil mengeluarkan sekitar 50 miliar
Dollar untuk menjaga nilai tukar yang berada pada level overvalued pada akhir
1998, uang tersebut seakan hilang ditelan angin. Namun pada faktanya uang
tersebut sebagian besar mengalir ke kantong-kantong para spekulan.
Beberapa
spekulan mungkin mengalami kerugian sementara yang lain untung namun secara
umum para spekulanlah yang memperoleh seluruh uang yang diderita oleh
pemerintah. Bahkan menurut Stiglizt (2003: 199) IMF-lah yang menjaga agar para
spekulan tersebut tetap dapat berbisnis. Berdasarkan pemaparan di atas sangat
wajar jika sejumlah kalangan mulai mempertanyakan faktor fundamental yang
menjadi pemicu berbagai krisis tersebut. Mereka mulai mencari solusi alternatif
yang dapat menstabilkan kondisi moneter dan keuangan baik yang bersifat
domistik maupun yang bersifat internasional. Salah satu negara yang memberikan
respon yang kuat dari instabilitas sektor moneter tersebut adalah Rusia.
Pemerintah Rusia telah menyadari sifat spekulatif pasar uang dan ketidakstabilan
yang diakibatkan oleh penetapan standar mata uang itu. Pada 10 Juli 2001 The
Bank of Rusia yang merupakan Bank Sentral Rusia mengedarkan mata uang emas yang
bernama Chervonet. Dengan demikian mata uang emas menjadi alat pembayaran yang
sah. Diharapkan dalam jangka pendek orang-orang Rusia bersedia mengubah
tabungan mereka dari mata uang Dollar menjadi mata uang Chervonet disamping
Rubel yang saat ini beredar. Dalam jangka panjang Rusia juga diharapkan dapat
membuat perubahan besar dalam kebijakan keuangan internasional di tengah
kegalauan banyak negara yang berusaha melepaskan diri dari sistem keuangan
dunia yang berporos pada kepentingan bangsa Anglo-AS (Frederick, 2004: 195).
Bahkan pada perjanjian Mastrich bulan Februari 1992-dalam upaya untuk
menciptakan mata uang tunggal pada tahun 1999-Bank Sentral Eropa yang merupakan
peleburan dari bank-Bank Sentral negara-negara Eropa berupaya mengumpulkan 50
milyar Euro dalam bentuk emas dari seluruh negara-negara anggota sebagai
cadangannya. Demikian pula halnya pada tanggal 1 Januari 1999. Dewan Pengawas
Bank Sentral Eropa telah menetapkan bahwa 15% dari cadangan dasarnya yang
mencapai 9,5 milyard Euro harus berbentuk emas (Salim, 2004). Keinginan
sejumlah ekonom dan pejabat pemerintahan untuk kembali pada standar emas (gold
standard) bukanlah tanpa alasan. Disamping dampak negatif yang telah
diakibatkan oleh standar mata uang kertas (fiat money standard), motif tersebut
juga dipicu oleh bukti historis kemampuan standar emas (gold standard) dalam
menjaga stabilitas moneter selama lebih kurang 100 tahun hingga tahun 1914
ketika Perang Dunia I pecah. Pada masa tersebut standar emas telah mampu
mewujudkan kestabilan moneter domostik maupun internasional serta mampu
menciptakan perdamaian dan kesejahteraan dalam kurun waktu yang cukup panjang
(Kimball, 2005). Inflasi yang menjadi masalah serius bagi otoritas moneter di
rezim fiat money standard–pada masa tersebut dapat berjalan secara stabil. Hal
ini karena rezim tersebut memiliki rezim moneter yang berjalan secarar otomatis
yang dapat mengatur pergerakan supply money di suatu negara serta diawasi
secara disiplin oleh otoritas moneter masing-masing negara. Dengan demikian
faktor utama yang menjadi pemicu inflasi pada uang subtitusi sepenuhnya dapat
dikendalikan (Herbener, 2002). Hal ini juga diakui oleh diakui oleh Frederik
Hayek (1976) sebagaimana yang dikutip oleh Block (1999): “Secara signifikan hal
tersebut hanya terjadi pada kejayaaan sistem industri modern dan selama standar
emas yang berlangsung sekitas dua ratus tahun…pada masa itu harga-harga diakhir
rezim tersebut tidak mengalami perubahan. Ia sama sebagaimana awalnya.” (Hayek,
1976:16) “Kecuali selama dua ratus tahun ketika standar emas diterapkan. Selain
itu pemerintah sepanjang sejarah telah mengunakan kekeuatan eksklusif mereka
untuk menipu dan mencuri harta rakyat.” (Hayek, 1976: 15) Disamping itu dengan
adanya nilai tukar yang tetap antara mata uang suatu negara negara dengan
negara lainnya menjadikan arus perdagangan dan investasi tumbuh dengan pesat.
Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Grenspan (1966) yang juga dikutip oleh
Block (1999) : Ketika standar emas diterima sebagai alat pertukaran oleh
sebagian besar negara, standar emas internasional yang bebas tanpa batas telah
membantu percepatan pembagian tenaga kerja (devision of labour) dan perluasan
perdagangan internasional. Meskipun alat-alat tukar (seperti Dollar, Pound,
Franch, dll) berbeda antara satu negara dengan negara lainnya dan seluruhnya
detetapkan nilainya dengan emas, namun selama masa tersebut tidak ada hambatan
bagi perdagangan ataupun pergerakan modal (movement of capital).” Meski
demikian harus diakui bahwa kondisi demografis, ekonomi, politik dan budaya
serta perkembangan teknologi masyarakat saat ini telah mengalami perubahan yang
signifikan dibandingkan masa tersebut. Namun setidaknya terdapat beberapa
faktor fundamental yang dapat dikaji pada standar moneter tersebut dalam
menciptakan stabilitas moneter dan keuangan dibandingkan dengan standar moneter
lainnya termasuk standar mata uang kertas saat ini yang didominasi oleh Dollar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar